Pengertian Kesepakatan
Tidak ditemukan penjelasan istilah kesepakatan secara
spesifik dalam KUH Perdata. Kata sepakat melekat pada perjanjian, seperti yang
termuat di Pasal 1320 KUH Perdata, Pasal 1321 KUH Perdata, dan Pasal 1338 KUH Perdata. Perjanjian diatur
di Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang definisi
perjanjian, Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, Pasal 1321
KUH Perdata tentang syarat kesepakatan, dan Pasal 1338 tentang keberlakuan
perjanjian sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Pasal 1313 KUH Perdata mendefinisikan perjanjian sebagai
suatu perbuatan mengikatkan diri antara dua orang atau lebih. Meski tidak
secara eksplisit disebutkan adanya kesepakatan di pasal ini, tetapi secara
implisit kata sepakat harus ada dalam suatu perjanjian. Ini selaras dengan
proposisi di Pasal 1320 KUH Perdata, Pasal 1321 KUH Perdata, dan Pasal 1338 KUH
Perdata. Secara khusus, Pasal 1320 KUH Perdata mencantumkan kata sepakat
sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Pasal 1321 KUH Perdata melarang
kesepakatan karena kekhilafan, paksaan, atau penipuan. Sementara itu, Pasal
1338 KUH Perdata mensyaratkan bahwa perjanjian hanya bisa dibatalkan dengan
kesepakatan.
Dalam konteks kesepakatan perdamaian, definisi otentik Kesepakatan
Perdamaian dijumpai di Pasal 1 Ayat (8) Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Secara otentik
Pasal 1 Ayat (8) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menggunakan definisi kesepakatan
perdamaian sedangkan Pasal 1851 KUH Perdata menggunakan sebutan perjanjian
perdamaian. Secara khusus, Pasal 1 Ayat (8) Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 1 Tahun 2016 mendefinisikan kesepakatan perdamaian mediasi sebagai suatu dokumen yang
memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para Pihak dan
Mediator. Sementara itu, secara umum Pasal 1851 KUH Perdata mendefinisikan
perjanjian perdamaian sebagai upaya mengakhiri suatu perkara yang sedang
berlangsung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Agar sesuai dengan konteks
perdamaian khusus melalui mediasi, penelitian ini menggunakan definisi otentik
berupa kesepakatan perdamaian mediasi sebagaimana termuat di Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan dan bukan perjanjian perdamaian sebagaimana sebagaimana disebut di Pasal 1851 KUH
Perdata.
Supriyono, SH, S.Pd., SE, MM, CM
mediasi_konflik@yahoo.com