PERJANJIAN YANG DILARANG
Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 5 tahun
1999, perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa
pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Perjanjian meliputi unsur-unsur:
a. Adanya suatu perbuatan;
b. Pelaku usaha yang terikat perjanjian;
c. Perjanjian tertulis atau tidak tertulis;
d. Tanpa menyebutkank tujuan perjanjian.
Siapapun bebas membuat perjanjian sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum, norma kesusilaan, kepatutan, dan ketertiban umum di
masyarakat. Sebagai suatu bentuk perikatan, perjanjian berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak yang mengikatkan diri. Tapi, tidak semua orang boleh membuat
perjanjian. Yang dilarang membuat perjanjian adalah orang yang belum atau tidak
cakap secara hukum, diantaranya belum dewasa atau berada di bawah pengampuan.
Selain itu ada sejumlah jenis perjanjian yang dilarang.
Pasal 4 sampai 16 UU No. 5/1999 menyebutkan ada 11
perjanjian yang dilarang oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain karena
dianggap sebagai praktik monopoli dan/atau pesaingan usaha yang tidak
sehat. Pemaksaan pembuatan perjanjian
tersebut berakibat batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada, seperti
yang diatur dalam Pasal 1135 KUH Perdata. Alasannya karena objek perjanjiannya
tidak halal, yang melanggar syarat sahnya kontrak di pasal 1320 KUH Perdata.
Perjanjian-perjanjian yang dilarang meliputi:
1. Oligopoli;
2. Penetapan Harga;
3. Diskriminasi Harga
4. Pembagian Wilayah;
5. Pemboikotan;
6. Kartel;
7. Trust;
8. Oligopsoni;
9. Integrasi Vertikal;
10. Perjanjian Tertutup;
11. Perjanjian dengan Luar Negeri.
1. Perjanjian Oligopoli
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian oligopoli dilarang
hanya apabila dapat merugikan persaingan, jadi bukan per se illegal.
2. Perjanjian Penetapan Harga
Pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan
pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus
dibayar konsumen atau pelanggannya di pasar yang bersangkutan. Salah satu
contoh perjanjian penetapan harga yang secara per se dilarang adalah ‘price
fixing’.
3. Diskriminasi Harga dan Diskon
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang
mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus diayr oleh pembeli lain
untuk barang dan / jasa yang sama.
Alasannya adalah karena praktik ini bisa menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat di kalangan pelaku usaha atau dapat merusak persaingan usaha.
Larangan diskriminasi harga ditetapkan pada tiga
macam tingkatan strategis diskriminasi harga, yaitu:
a. Diskriminasi harga sempurna, dimana produsen akan
menetapkan harga yang berbeda untuk setiap konsumen;
b. Diskriminasi harga berdasar jumlah barang yang dibeli (surplus konsumen) seperti yang
dipraktikkan melalui penjualan grosir atau pasar swalayan besar;
c. Diskriminasi harga berdasar karakteristik dan
demografi konsumen, dimana pelaku usaha menetapkan harga berbeda pada kelompok
konsumen yang berbeda.
4. Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang memagi wilayah penjualan
untuk menghindari persaingan satu sama lain, baik pembagian berdasar geografi,
jenis dan kelas konsumen, dan jenis produk. Cara ini bisa menimbulkan monopoli
dan persaingan tidak sehat.
5. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian untuk
melakukan pemboikotan, yaitu perjanjian horisontal antar pelaku usaha untuk
menolak mengadakan hubungan dagang dengan pelaku usaha lain. Bentuknya bisa dua
macam:
a. Menghalangi pelaku usaha lain melakukan usaha yang
sama, di dalam maupun di luar negeri;
b. Menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari
pelaku usaha lain yang merugikan atau membatasi penjualan atau pembelian.
6. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha saingannya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan menagtur
produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakiatkan
terjadinya praktik monopoli dan./atau
persaingan usaha tidak sehat.
Meski di sejumlah negara kartel secara per se
illegal tanpa melihat kewajaran tingkat
harga yang disepakati, menurut UU No 5/1999 kartel yang dilarang adalah kartel
tingkat produksi, tingkat harga, dan/atau wilayah pemasaran. Artinya, kartel
masih dimungkinkan sepanjang tidak menimbulkan praktik monopoli dan atau
persaingan usaha yang tidak sehat yang merugikan masyarkat atau konsumen.
7. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian trust,
yang melahirkan praktik monopoli dan/atau pesaingan usaha tidak sehat.
Perjanjian trust yang dilarang adalah perjanjian untuk melakukan kerjasama
dengan cara membentuk trust, yakni gabungan dari beberapa perusahaan atau
perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan yang digabungkan tadi,
dengan tujuan menciptakan stabilisasi dan kepastian tingkat produksi, dan/atau
tingkat pemasaran yang sama tas barang dan jasa, yang meniadakan persaingan dan
menghasilkan monopoli.
8. Oligopsoni
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
oligopsoni dengan menguasai permintaan pasar.
Pelaku usaha dilarang secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan dengan tujuan mengendalikan harga. Selain itu, pelaku usaha
juga dilarang bersama-sama menguasai lebih dari 75% pangsa pasar barang
sejenis.
9. Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang menguasai produksi sejumlah
produk dalam rangkaian produksi bersama-sama dengan perusahaan lain sehingga
menimbulkan persaingan tidak sehat. Yang
dimaksud integrasi vertikal adalah
penguasaan produksi sejumlah produk dari hulu sampai hilir. Meski
praktik ini bisa menghasilkan efisiensi harga, tapi dilarang karena menimbulkan
persaingan tidak sehat.
10. Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian tertutup
dengan pelaku usaha lainnya yang mensyaratkan kekhususan penerimaan pasokan
barang atau jasa dari pihak tertentu. Pelaku usaha juga dilarang mensyaratkan
pembelian barang atau jasa dari pelaku usaha tertentu. Selain itu mereka juga
tidak boleh mensyaratkan membeli atau tidak membeli barang dan/atau jasa dari
pihak tertentu.
11. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha juga dilarang membuat perjanjian
dengan pihak luar negeri yang bisa menimbulkan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat
Supriyono Legal Drafting email supriyonocopywriter@gmail.com