Sabtu, 22 Desember 2018

PERJANJIAN YANG DILARANG

Perjanjian yang Dilarang
PERJANJIAN YANG DILARANG
Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 5 tahun 1999, perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.  Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.  Perjanjian meliputi unsur-unsur:
a.       Adanya suatu perbuatan;
b.      Pelaku usaha yang terikat perjanjian;
c.       Perjanjian tertulis atau tidak tertulis;
d.      Tanpa menyebutkank tujuan perjanjian.
Siapapun bebas membuat perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, norma kesusilaan, kepatutan, dan ketertiban umum di masyarakat. Sebagai suatu bentuk perikatan, perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang mengikatkan diri. Tapi, tidak semua orang boleh membuat perjanjian. Yang dilarang membuat perjanjian adalah orang yang belum atau tidak cakap secara hukum, diantaranya belum dewasa atau berada di bawah pengampuan. Selain itu ada sejumlah jenis perjanjian yang dilarang.
Pasal 4 sampai 16 UU No. 5/1999 menyebutkan ada 11 perjanjian yang dilarang oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain karena dianggap sebagai praktik monopoli dan/atau pesaingan usaha yang tidak sehat.  Pemaksaan pembuatan perjanjian tersebut berakibat batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada, seperti yang diatur dalam Pasal 1135 KUH Perdata. Alasannya karena objek perjanjiannya tidak halal, yang melanggar syarat sahnya kontrak di pasal 1320 KUH Perdata.
Perjanjian-perjanjian yang dilarang meliputi:
1.       Oligopoli;
2.       Penetapan Harga;
3.       Diskriminasi Harga
4.       Pembagian Wilayah;
5.       Pemboikotan;
6.       Kartel;
7.       Trust;
8.       Oligopsoni;
9.       Integrasi Vertikal;
10.   Perjanjian Tertutup;
11.   Perjanjian dengan Luar Negeri.

1.       Perjanjian Oligopoli
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian oligopoli dilarang hanya apabila dapat merugikan persaingan, jadi bukan per se illegal.

2.       Perjanjian Penetapan Harga
Pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus dibayar konsumen atau pelanggannya di pasar yang bersangkutan. Salah satu contoh perjanjian penetapan harga yang secara per se dilarang adalah ‘price fixing’.

3.       Diskriminasi Harga dan Diskon
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus diayr oleh pembeli lain  untuk barang dan / jasa yang sama.  Alasannya adalah karena praktik ini bisa menimbulkan persaingan usaha tidak sehat di kalangan pelaku usaha atau dapat merusak persaingan usaha. 
Larangan diskriminasi harga ditetapkan pada tiga macam tingkatan strategis diskriminasi harga, yaitu:
a.       Diskriminasi harga sempurna, dimana produsen akan menetapkan harga yang berbeda untuk setiap konsumen;
b.      Diskriminasi harga berdasar jumlah barang  yang dibeli (surplus konsumen) seperti yang dipraktikkan melalui penjualan grosir atau pasar swalayan besar;
c.       Diskriminasi harga berdasar karakteristik dan demografi konsumen, dimana pelaku usaha menetapkan harga berbeda pada kelompok konsumen yang berbeda.

4.       Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang memagi wilayah penjualan untuk menghindari persaingan satu sama lain, baik pembagian berdasar geografi, jenis dan kelas konsumen, dan jenis produk. Cara ini bisa menimbulkan monopoli dan persaingan tidak sehat.

5.       Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian untuk melakukan pemboikotan, yaitu perjanjian horisontal antar pelaku usaha untuk menolak mengadakan hubungan dagang dengan pelaku usaha lain. Bentuknya bisa dua macam:
a.       Menghalangi pelaku usaha lain melakukan usaha yang sama, di dalam maupun di luar negeri;
b.      Menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari pelaku usaha lain yang merugikan atau membatasi penjualan atau pembelian.

6.       Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha saingannya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan menagtur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakiatkan terjadinya praktik monopoli dan./atau  persaingan usaha tidak sehat.
Meski di sejumlah negara kartel secara per se illegal  tanpa melihat kewajaran tingkat harga yang disepakati, menurut UU No 5/1999 kartel yang dilarang adalah kartel tingkat produksi, tingkat harga, dan/atau wilayah pemasaran. Artinya, kartel masih dimungkinkan sepanjang tidak menimbulkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat yang merugikan masyarkat atau konsumen.

7.       Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian trust, yang melahirkan praktik monopoli dan/atau pesaingan usaha tidak sehat. Perjanjian trust yang dilarang adalah perjanjian untuk melakukan kerjasama dengan cara membentuk trust, yakni gabungan dari beberapa perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan yang digabungkan tadi, dengan tujuan menciptakan stabilisasi dan kepastian tingkat produksi, dan/atau tingkat pemasaran yang sama tas barang dan jasa, yang meniadakan persaingan dan menghasilkan monopoli.

8.       Oligopsoni
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian oligopsoni dengan menguasai permintaan pasar.  Pelaku usaha dilarang secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan dengan tujuan mengendalikan harga. Selain itu, pelaku usaha juga dilarang bersama-sama menguasai lebih dari 75% pangsa pasar barang sejenis.
  
9.       Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang menguasai produksi sejumlah produk dalam rangkaian produksi bersama-sama dengan perusahaan lain sehingga menimbulkan  persaingan tidak sehat. Yang dimaksud integrasi vertikal adalah  penguasaan produksi sejumlah produk dari hulu sampai hilir. Meski praktik ini bisa menghasilkan efisiensi harga, tapi dilarang karena menimbulkan persaingan tidak sehat.

10.   Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian tertutup dengan pelaku usaha lainnya yang mensyaratkan kekhususan penerimaan pasokan barang atau jasa dari pihak tertentu. Pelaku usaha juga dilarang mensyaratkan pembelian barang atau jasa dari pelaku usaha tertentu. Selain itu mereka juga tidak boleh mensyaratkan membeli atau tidak membeli barang dan/atau jasa dari pihak tertentu.

11.   Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha juga dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang bisa menimbulkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
Supriyono Legal Drafting  email supriyonocopywriter@gmail.com