JENIS HAK ATAS
TANAH
Supriyono, SH,
S.Pd., SE, MM, CM
Boedi Harsono, memberikan pengertian hak penguasaan atas
tanah dan hierarkhinya dalam hukum tanah nasional sebagai berikut: Hak
penguasaan atas tanah adalah serangkaian wewenang, kewajiban dan atau
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki.
Sesuatu yang boleh, wajib dan atau dilarang untuk diperbuat itulah yang
merupakan tolok pembeda antara berbagai hak penguasaan atas tanah.
Hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, ada
bermacam-macam, dan ber-hirarkhi
sebagai berikut:
1.
Hak Bangsa Indonesia (Pasal 1 UUPA);
2.
Hak Menguasai dari Negara (Pasal 2 UUPA);
3.
Hak Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat (Pasal 3
UUPA); dan
4.
Hak-hak perorangan.
a.
Hak-hak atas tanah (Pasal 4 jo.Pasal 16)
b.
Wakaf (Pasal 49 UUPA)
c.
Hak jaminan atas tanah: Hak Tangungan (Pasal 23, 33, 39,
51, dan UU No. 4/96) (Boedi Harsono, op. cit, 255).
Hak atas tanah, diatur dalam
Pasal 4 jo. Pasal 16 UUPA. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UUPA, Hak atas tanah adalah hak yang memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi
dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan
yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut
undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Berdasarkan Pasal 16 UUPA, jenis-jenis hak atas tanah adalah sebagai berikut:
1.
hak milik,
2.
hak guna usaha,
3.
hak guna bangunan,
4.
hak pakai,
5.
hak sewa untuk bangunan,
6.
hak membuka tanah, dan
7.
hak memungut hasil hutan.
8.
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut
di atas, yang akan ditetapkan dengan undang undang serta hak-hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA (hak gadai, hak usaha
bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian).
Jenis-jenis hak atas tanah sebagaimana disebutkan di
Pasal 16 UUPA tidaklah bersifat limitatif, tetapi bersifat enumeratif. Sangat
mungkin dikemudian hari ada jenis hak atas tanah yang baru yang ditetapkan
undang-undang. Selain itu ada beberapa hak yang bersifat sementara (Pasal 53
UUPA), yang akan segera dihapus karena bertentangan dengan undang-undang
UUPA.
Menurut UUPA beberapa hak atas tanah
dapat digunakan sebagai agunan hutang melalui pembebanan hak tanggungan. Hak milik
diatur dalam Pasal 25, hak guna usaha dalam Pasal 33, hak guna bangunan dalam
Pasal 39. Menurut Pasal 51 UUPA, hak tanggungan pada hak-hak tersebut di atas
diatur dengan UU No. 4/1986.
Sementara itu, hak hipotek hanya dapat
dibebankan pada hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha yang berasal
dari konversi hak eigendom, hak opstal, dan hak erfpacht selama undang-undang
mengenai hak tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 51 UUPA belum terbentuk (Pasal
26 Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa
Ketentuan Undang-undang Pokok Agraria), sedang credietverband diberlakukan pada
hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha yang berasal dari konversi
hak-hak lainnya.
Di kemudian hari, ketentuan dalam
Pasal 26 PMA No.2 Tahun 1960 tersebut, dicabut oleh Pasal 8 ayat (2) PMA no.15
Tahun 1961, dan diatur dalam Pasal 1 bahwa tanah-tanah hak milik, hak guna
bangunan dan hak guna usaha yang telah didafar menurut PP 10/ 1961 Tentang
Pendaftaran Tanah, dapat dibebani dengan hipotek maupun credietverband.
Mediasi_konflik@yahoo.com