Pasal 1 Ayat (8) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. 1 Tahun 2016 mendefinisikan kesepakatan perdamaian sebagai suatu
kesepakatan hasil mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan
penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
Menurut Pasal 27 Ayat (2) kesepakatan perdamaian tidak boleh bertentangan
dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Selain itu, kesepakatan
perdamaian juga tidak boleh merugikan pihak ketiga. Terakhir, para pihak tidak
boleh membuat kesepakatan perdamaian yang tidak dapat dilaksanakan.
Kesepakatan perdamaian mediasi bisa dibuat
berupa perjanjian di bawah tangan, atau menjadi akta otentik. Untuk menjadi
akta otentik, kesepakatan perdamaian mediasi bisa dimintakan penetapan
pengadilan atau dibuat di hadapan notaris berupa akta perdamaian.