Bisnis beretika adalah bisnis yang mengindahkan serangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari hati nurani, empati, dan norma. Bisnis disebut etis apabila dalam mengelola bisnisnya pengusaha selalu menggunakan nuraninya. Apakah produk yang dijualnya baik? Apakah dia telah berpromosi dengan tidak menipu? Dan, apakah dia telah menggunakan praktik bisnis yang jujur?
Bisnis beretika juga bisa dipahami sebagai bisnis yang berempati. Empati adalah suatu kehendak menempatkan atau memperlakukan orang lain sebagaimana diri kita ingin diperlakukan. Bisnis beretika tidak akan 'mencederai' konsumen. Seperti pepatah lama, "jangan mencubit kalau tidak ingin dicubit". Empati sangat penting untuk membatasi nafsu pengusaha dalam mencari keuntungan. Empati dari pengusaha juga bisa menumbuhkan simpati dari masyarakat konsumen khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. Berbagai bentuk kegiatan karitatif seperti Corporate Social Responsibility juga bisa dianggap sebagai bagian dari empati dan kepedulian perusahaan pada masyarakat.
Bisnis beretika juga selalu mematuhi norma yang berlaku, baik norma kesusilaan, agama, adat, hukum, dan sebagainya. Artinya, bisnis beretika selalu mendengarkan 'audit sosial'. Bisnis beretika akan bisa survive dan berkembang apabila telah berhasil melewati audit sosial ini.
Paradigma bisnis modern memperlakukan etika sebagai suatu investasi sosial dan bukan justru menganggapnya sebagai biaya sosial. Investasi ini pada gilirannya akan meningkatkan 'favoritism' atau preferensi positif masyarakat (konsumen) pada perusahaan. Respek konsumen akan tumbuh dan berkembang pada perusahaan yang, diantaranya, getol mengkampanyekan (dan mendukung) penyelamatan lingkungan, memperlakukan karyawan secara humanis, taat hukum dan peraturan, dan tidak melakukan korupsi dan kolusi.
Yogyakarta, 11 Agustus 2008
mediasi_konflik@yahoo.com