Naskah hukum seperti memorandum
of understanding (MoU), tuntutan, gugatan, eksepsi, replik, duplik, perjanjian,
dan kesepakatan yang bersifat jernih, jelas, lugas, baku, serasi, dan taat asas memerlukan sintaksis bahasa hukum yang efektif dan
efisien. Sintaksis yang baik adalah kombinasi dari pemilihan kata (diksi),
penggunaan tanda baca, komposisi, dan struktur yang tepat.
Penerapan sintaksis bahasa
hukum dalam naskah hukum memiliki implikasi linguistik dan/atau implikasi
yuridis. Implikasi linguistik dari penerapan sintaksis bahasa hukum yang baik
dan benar adalah tercapainya syarat kejernihan, kejelasan, kelugasan, kebakuan,
keserasian, dan ketaatasasan. Dalam klausul “Tata cara pembayaran akan
dilakukan secara tunai” dan “Pelaksanaan penandatanganan dokumen kesepakatan
perdamaian mediasi ini dilakukan secara sukarela tanpa paksaan” hanya terjadi
pemborosan kata sehingga mengaburkan substansi tetapi tidak berimplikasi
yuridis. Klausul pertama mestinya cukup ditulis “Pembayaran dilakukan secara
tunai” dan klausul kedua ditulis “Kesepakatan perdamaian mediasi ditandatangani
secara sukarela”.
Di sisi lain, ada kesalahan penerapan
sintaksis bahasa hukum yang berimplikasi yuridis, diantaranya kesalahan
penyebutan hak guna usaha, sewa-beli, atau membeli secara angsuran. Implikasi
yuridis timbul karena adanya perbedaan syarat dan ketentuan yang mengatur
transaksi. Tidaklah mungkin disebut pokok perjanjian berupa leasing tetapi
diatur dengan perjanjian kredit, atau sebaliknya. Implikasi yuridis penerapan
sintaksis adalah keberlakuan naskah hukum, baik itu ditolak, tidak diterima,
atau batal. Bagian berikut ini menganalisis implikasi linguistik dan implikasi
yuridis penerapan sintaksis bahasa hukum.
Supriyono, SH, S.Pd., SE, MM, CM
mediasi_konflik@yahoo.com