Selasa, 07 Mei 2019

KAJIAN SINTAKSIS BAHASA HUKUM


Bahasa hukum yang disusun secara teratur, runtut, logis, dan lugas dalam naskah hukum seperti kesepakatan perdamaian mediasi akan lebih mudah dipahami.  Penyusunan kesepakatan perdamaian mediasi harus memperhatikan empat unsur sintaksis bahasa hukum yaitu kosa kata, tanda baca, komposisi, dan struktur.

Pertama, penggunaan istilah atau jargon hukum yang tepat akan menghasilkan bahasa hukum yang kontekstual. Dalam konteks kesepakatan perdamaian mediasi, ada beberapa istilah baku yang lazim digunakan.  Pemilihan istilah Memorandum of Understanding (MoU) akan memiliki implikasi yuridis  yang berbeda dengan istilah perjanjian, persetujuan, atau kesepakatan. Demikian pula penyebutan istilah kredit, sewa guna usaha, sewa beli, dan pembelian secara angsuran.  Istilah kredit merujuk pada lembaga keuangan bank, sedangkan lainnya berhubungan dengan lembaga keuangan non-bank.

Kedua, tanda baca mengisyaratkan kekuatan intonasi dan pemberian bobot kata dalam kalimat. Tanda baca koma (,) bisa memberi penegasan dalam struktur anotasi. Tanda baca titik (.) sangat penting untuk mengakhiri pasal atau ayat dalam kesepakatan perdamaian mediasi yang harus disusun dalam bentuk proposisi afirmatif atau kalimat pernyataan, bukan dalam bentuk kalimat interogatif atau kalimat imperatif.
Ketiga, kelengkapan komposisi atau unsur kalimat memainkan peran penting untuk menegaskan subjek, predikat dan objek naskah hukum berupa kesepakatan perdamaian mediasi. Selaras dengan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), syarat sahnya suatu perjanjian adalah (1) adanya kesepakatan, (2) kecakapan, (3) suatu hal tertentu, dan (4) suatu kausa yang halal. Kalimat tanpa subjek menyiratkan tidak adanya subjek hukum yang melakukan sesuatu, yang berarti tidak memenuhi syarat subjektif menurut Pasal 1320 KUH Perdata. Tidak adanya predikat berarti tidak adanya perbuatan hukum yang berarti tidak ada kausa, sedangkan tidak adanya objek berarti tidak adanya objek atau hal tertentu yang diperjanjikan sebagai syarat objektif menurut Pasal 1320 KUH Perdata.
Keempat, keruntutan struktur juga berkontribusi pada kejelasan logika struktur kalimat dalam kesepakatan perdamaian mediasi. Kalimat yang disusun runtut menjelaskan “siapa melakukan apa”. Bila strukturnya dibalik, maka terbalik pula “pelaku” dan “korban” dalam suatu hubungan hukum. Bila yang dimaksud adalah kalimat “Anton meminjam uang dari Budi” dan terbalik menjadi “Budi meminjam uang dari Anton” maka hubungan hukumnya pun berbeda. Demikian pula, ketika struktur inversi diterapkan menjadi “Uanglah yang dipinjam Anton dari Budi” maka terjadi perubahan penekanan dari subjek hukum Anton menjadi objek hukum uang. Kalimat ini menyiratkan bahwa kata “uang” diberi bobot lebih daripada “Anton”. 

Supriyono, SH, S.Pd., SE, MM, CM
mediasi_konflik@yahoo.com