Sabtu, 08 Juni 2019

JENIS HAK ATAS TANAH


JENIS HAK ATAS TANAH
Supriyono, SH, S.Pd., SE, MM, CM



Boedi Harsono, memberikan pengertian hak penguasaan atas tanah dan hierarkhinya dalam hukum tanah nasional sebagai berikut: Hak penguasaan atas tanah adalah serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib dan atau dilarang untuk diperbuat itulah yang merupakan tolok pembeda antara berbagai hak penguasaan atas tanah.
Hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, ada bermacam-macam, dan ber-hirarkhi sebagai berikut:
1.      Hak Bangsa Indonesia (Pasal 1 UUPA);
2.      Hak Menguasai dari Negara (Pasal 2 UUPA);
3.      Hak Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat (Pasal 3 UUPA); dan
4.      Hak-hak perorangan.
a.       Hak-hak atas tanah (Pasal 4 jo.Pasal 16)
b.      Wakaf (Pasal 49 UUPA)
c.       Hak jaminan atas tanah: Hak Tangungan (Pasal 23, 33, 39, 51, dan UU No. 4/96) (Boedi Harsono, op. cit, 255).
Hak atas tanah, diatur dalam Pasal 4 jo. Pasal 16 UUPA. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UUPA, Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. Berdasarkan Pasal 16 UUPA, jenis-jenis hak atas tanah adalah sebagai berikut:
1.      hak milik,
2.      hak guna usaha,
3.      hak guna bangunan,
4.      hak pakai,
5.      hak sewa untuk bangunan,
6.      hak membuka tanah, dan
7.      hak memungut hasil hutan.
8.      Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas, yang akan ditetapkan dengan undang undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA (hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian).
Jenis-jenis hak atas tanah sebagaimana disebutkan di Pasal 16 UUPA tidaklah bersifat limitatif, tetapi bersifat enumeratif. Sangat mungkin dikemudian hari ada jenis hak atas tanah yang baru yang ditetapkan undang-undang. Selain itu ada beberapa hak yang bersifat sementara (Pasal 53 UUPA), yang akan segera dihapus karena bertentangan dengan undang-undang UUPA. 
Menurut UUPA beberapa hak atas tanah dapat digunakan sebagai agunan hutang melalui pembebanan hak tanggungan. Hak milik diatur dalam Pasal 25, hak guna usaha dalam Pasal 33, hak guna bangunan dalam Pasal 39. Menurut Pasal 51 UUPA, hak tanggungan pada hak-hak tersebut di atas diatur dengan UU No. 4/1986.
Sementara itu, hak hipotek hanya dapat dibebankan pada hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha yang berasal dari konversi hak eigendom, hak opstal, dan hak erfpacht selama undang-undang mengenai hak tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 51 UUPA belum terbentuk (Pasal 26 Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-undang Pokok Agraria), sedang credietverband diberlakukan pada hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha yang berasal dari konversi hak-hak lainnya.
Di kemudian hari, ketentuan dalam Pasal 26 PMA No.2 Tahun 1960 tersebut, dicabut oleh Pasal 8 ayat (2) PMA no.15 Tahun 1961, dan diatur dalam Pasal 1 bahwa tanah-tanah hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha yang telah didafar menurut PP 10/ 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, dapat dibebani dengan hipotek maupun credietverband.
Mediasi_konflik@yahoo.com