Rabu, 24 November 2010

ISU-ISU KRITIS PELANGGARAN USAHA

a. Terkait Peraturan dan Undang-Undang
1. Penggunaan klausula baku yang (a) mengalihkan tanggungjawab pelaku usaha (eksonerasi); (b) hurufnya kecil-kecil, warnanya tidak kontras dengan kartasnya; (c) menggunakan istilah-istilah hukum yang tidak familier; (d) proses penandatanganganan yang mengingkari prinsip kebebasan berkontrak, masih marak;
2. Penyimpangan legalitas / ijin usaha (belum berijin, ijin tidak sesuai, ijin daluarsa);
3. Ada tumpang tindih pengaturan dalam perundang-undangan yang membuatnya menjadi tidak efektif. Contoh, UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, karena sifatnya yang generalis seringkali dikalahkan dengan undang-undang yang lebih spesialis (misalnya undang-undang perbankan, undang-undang fidusia)

b. Terkait Penafsiran Peraturan dan Undang-Undang

1. Perbedaan sudut pandang (etika dan hukum = if it is legally all right then it is morally all right too?). Banyak pelaku usaha mengedepankan bukti formil (berupa perikatan yang telah ditandatangani konsumen)
2. Standar moral kurang bisa diukur; daya gedor rendah; hanya bersifat himbauan dan tanpa reasoning kemanfaatan bagi pelaku usaha. Perlu perubahan yang sifatnya mentalitas bagi perubahan kulturaly ang lebih lestari.

c. Terkait dengan mekanisme penanganan
1. Pelanggaran berjamaah, terstruktur, dan sistemik. Rantai penyimpangan terlalu panjang dan berbelit, melibatkan banyak pihak: bila dihentikan banyak yang dirugikan.
2. Partisipasi masyarakat rendah; take it or leave it (tak usah beli bila tak mau); taken for granted (menerima apa adanya, tak mau repot-repot protes); pengawasan oleh pemerintah tidak optimal.
3. Rekomendasi sering tidak diindahkan; tidak ada sanksi pidana maupun adminsitratif

d. Terkait dengan penegakan hukum
Sebenarnya sudah banyak undang-undang dan peraturan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan usaha oleh sektor swasta, tapi seperti yang terjadi di tempat-tempat lain di dunia berkembang, penegakan hukum masih sangat lemah. Contoh yang paling mencolok adalah:
• Penggunaan klausula baku yang sifatnya pengalihan tanggungjawab oleh bank dan lembaga pembiayaan, masih juga digunakan;
• Larangan menggalang dana masyarakat selain oleh bank, ternyata masih banyak lembaga non bank seperti koperasi yang menggalang dana;
• Larangan promosi yang menyesatkan, produksi yang tidak akuntabel, dan penjualan yang tidak etis masih banyak terjadi.



Pelanggaran pada UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
1. Kegiatan produksi dan / atau perdagangan barang dan atau jasa (Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) UUPK;
2. Kegiatan penawaran, promosi, dan periklanan barang dan atau jasa (Pasal 9 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) dan (2), Pasal 15, Pasal 16, serta Pasal 17 ayat (1) dan (2) UUPK);
3. Kegiatan transaksi penjualan barang dan / atau jasa (Pasal 11, Pasal 14, serta Pasal 18 ayat (1), (2), dan (4) UUPK);
4. Kegiatan pascatransaksi penjualan barang dan atau jasa (Pasal 28 ayat (1) dan (2) UUUPK);


supriyono.suroso@yahoo.com